KESAKSIAN PEMANDI JENAZAH (2)
MATINYA ORANG YANG MENONTON FILM PORNO
Kisah ini wahai saudara, tentang seorang
pemuda yang ditolak oleh ayahnya sendiri untuk dishalatkan setelah melaksanakan
shalat fardhu berjamaah di masjid. Anda bisa membayangkan wahai saudara,
seorang ayah menolak menshalatkan anaknya setelah shalat fardhu, yaitu setelah
shalat subuh. Padahal kebanyakan orang tentu ingin menshalatkan jenazah setelah
shalat fardhu, bahkan mengutamakan memilih masjid yang besar, karena banyaknya
jamaah yang shalat agar si mayat mendapatkan banyak pahala dan doa dari mereka.
Jadi
bagaimana kisah pemuda ini? Pada suatu sore, ketika saya sedang bekerja, hp-ku
berbunyi. Orang yang menelpon lalu berkata kepadaku, “Anakku meninggal di rumah
kami pak. Saya ingin engkau datang untuk mengurusnya agar kita menshalatkannya
dan menguburkannya!” pintanya.
“Beri aku alamat
lengkapnya!” jawabku.
Anda tahu wahai saudara, jika
terjadi kematian di setiap daerah maka jalan raya di daerah itu tidak tenang,
semua tetangga mendatangi rumah orang yang meninggal untuk berada disamping
keluarganya agar dapat meringankan beban dan kesedihan mereka. Aku kemudian
pergi ke alamat tersebut. Aku menghubungi ayah pemuda itu dan aku berkata,
“Saya berada di alamat yang dimaksud, tetapi tidak ada orang.”
Dia
memberitahukan kepadaku bahwa dia akan turun menemuiku. Ternyata dia turun dari
apartemen tempat aku berdiri di bawahnya. Aku lalu bertanya, “Dimana anakmu?”
“Di
balkon rumahku pak!” jawabnya.
Ternyata
ayah dari pemuda ini telah menyiapkan untuk anaknya apa yang diperlukan. Itu
karena dia khawatir ada temannya dari luar yang ikut campur mengurusi jenazah
anaknya. Ketika aku masuk, aku melihat pemuda itu yang ternyata masih berumur
sembilan belas tahun dan terbentang di atas tempat tidur dalam keadaan
tertutup. Aku membuka kain penutupnya, ternyata dia masih memakai baju olah
raga. Aku dapatkan tangan kanannya diikat oleh perban putih dan darahnya
mengalir di tangannya. Aku lalu bertanya kepada ayahnya tentang apa yang
terjadi ?
Dia
menjawab, “Ada sebuah peristiwa yang terjadi!”
“Mau
dimandikan dan diurus di mana?” tanyaku.
“Di
balkon saja pak!. Ada tempat untuk mencuci pakaian dan aku sudah menyiapkan
keperluannya untuk mandi dan kain kafannya!” jawab sang ayah.
“Ambillah
dan letakkan di sini bajunya!” pintaku.
Kebutuhan mandi dan kain kafan telah
dipersiapkan. Aku berkata kepada mereka, “Ambil dan letakkan di sini di atas
kayu pemandian seperti biasa!” Aku kemudian meletakkan tabir dan melepaskan
pakaiannya. Aku membersihkan lubang anusnya dan mewudhukannya dengan wudhu
shalat yang sempurna. Ketika aku mengangkat tangan kanannya untuk berwudhu aku
menemukan tangannya diikat perban dan diatasnya terdapat bekas darah yang
mengalir dari jarinya.
Aku
ingin melepas kain perban di lilitan tangannya, membersihkannya dari darah, dan
menghentikan darah yang terus mengalir itu. Ternyata ayahnya berbisik kepadaku
dan berkata, “Biarkan seperti itu pak!”
Aku
bertanya kepadanya, “Pak, semoga Allah membalasmu dengan kebaikan. Tangannya
mengucurkan darah. Biarkan saya yang membersihkan luka itu dan meletakkan di
atas luka itu daun bidara untuk menghentikan darahnya, kemudian kita letakkan
perekat di atasnya, lalu kita usap dengan air diatasnya. Namun ternyata ayahnya
terus memohon kepadaku agar aku memandikannya dengan tidak melepaskan kain
perban yang diikat di tangan kanannya.
Ketika
kami sedang berdiskusi seperti ini, tiba-tiba ibu pemuda itu masuk dari ruangan
sebelah dengan wajahnya terbuka. Dia datang kepadaku dan ingin mencium kedua
tanganku, lalu berkata, “Pak, tutuplah rahasia ini untuk anakku, semoga Allah
menutupi rahasiamu. Kemudian ayah dari pemuda itu mengambil kain lalu
menutupkan ke wajahnya dan mendorongnya masuk ke ruangan dimana dia keluar dan
berkata kepadanya, “Bapak tidak tahu apa-apa tentang anak ini.”
Wahai
saudaraku, ucapan itu menunjukkan ada sesuatu yang dirahasiakan. Namun aku
terus meminta untuk membuka kain perban itu dan membersihkan lukanya, sedangkan
mereka terus meminta memandikannya dengan perban membalut tangannya, tanpa
dibuka. Apa yang aku lakukan wahai saudara? Ketika aku mewudhukan aku merasakan
beratnya air di atas tangannya, karena perban itu telah menyerap air. Aku
membiarkannya, dan aku tetap di kayu pemandian dan mengeluarkan sesuatu dari
tangannya yang jatuh di tanah. Aku melihat ke tangan kanannya. Aku
mendapatkannya penuh dengan darah, sedang tangan itu memegang sesuatu yang
berwarna hitam. Apa yang kau temukan wahai saudara? Apakah sesuatu ini wahai
saudara?
Sesuatu
ini ternyata potongan dari remot kontrol untuk merubah canel televisi. Pemuda
itu memegang remot itu di tangan kanannya. Ayah dan saudaranya berusaha
mengeluarkan sesuatu itu dari tangannya, tetapi tidak bisa, kecuali dengan
menghancurkan satu atau dua jarinya agar bisa mengeluarkannya. Mereka lalu
menghancurkan tulang jari mayat itu seperti hancurnya tulang dalam keadaan dia
hidup. Mereka membawa gergaji besi kecil kemudian memotong remot itu dari atas
dan berusaha menyebarkan bagian yang lebih besar darinya sehingga tidak nampak
bekasnya. Mereka lalu melukai tangannya dari atas sampai ke bawah, dan
tinggallah potongan yang tersisa di tangannya, tetapi mereka tidak tetap bisa
mengeluarkan remot itu dari genggamannya. Aku berkata kepada ayahnya, “Apa yang
terjadi kepadanya dan bagaimana itu bisa terjadi?”
Ayahnya
berkata, “Kita urus dan shalatkan dia, kemudian kita kuburkan. Nanti aku akan
memberitahu apa yang telah terjadi.”
“Tidak,
anda harus memberitahukan kepadaku sekarang!” pintaku.
Ayahnya
lalu berkata, “Tadi malam, kami semua sedang
makan malam. Kami duduk di hadapan hidangan makan malam, lalu anakku masuk
dengan cepat ke rumah dan menuju kamarnya. Aku memanggilnya, “Wahai fulan, mari
kita makan malam bersama-sama! Fulan, kemarilah bersama kita semua!”
Namun
dia menjawab, “Aku tidak lapar sekarang. Antarkan saja makan malam untukku
pembantu!” Setelah jam dua belas malam, pembantunya naik membawa makanan
sebagaimana yang diminta oleh pemuda itu. Ketika pembantunya mengetok pintu
agar dia makan malam, ternyata dia tidak menjawab suara ketokan pintu dari sang
pembantu. Maka dia pun memanggil namanya, tetapi sang pemuda tidak menjawab
juga. Yang terdengar hanya suara televisi dari kamarnya. Pembantu itu langsung
turun dengan cepat dan mendatangi kedua orang tuanya, lalu memberitahukan kepada
mereka apa yang terjadi.
Ayah
bersama dengan anak-anaknya kemudian naik dan melakukan apa yang dilakukan
pembantu, tetapi tetap saja tidak ada jawaban. Di balkon ada jendela kaca yang
membuat kami bisa melihatnya. Kami menemukannya berbaring di atas tempat tidur,
dan kami berusaha lagi memanggilnya, tetapi tetap saja tidak ada jawaban. Maka
kami mendobrak pintu itu dan masuk ke dalam kamar. Kami menemukannya sudah
meninggal dunia pada saat dia menonton televisi. Tetapi apa yang ditonton
sebelum dia meninggal? Malaikat maut datang mengambil rohnya ketika dia sedang
menonton film porno. Dia yakin, bahwa dengan menutup pintu tidak akan dilihat
orang. Dia lupa, bahwa Allah melihatnya. Malaikat kemudian datang ketika dia
sedang melihat apa yang diharamkan Allah. Lihatlah wahai saudara bagaimana
akhir hayat pemuda ini.
Aku
memandikan dan mengkafaninya, sedang tangannya memegang sisa remot kontrol, ini
bukan kejadian yang pertama. Salah seorang Syaikh pernah menceritakan, bahwa
beliau menemukan mayat yang tangannya sedang memegang erat remot kontrol.
Ketika sedang khutbah di salah satu masjid yang terkenal, seorang imam menyebutkan, bahwa dia pernah memandikan
mayat yang tangannya sedang memegang erat sebungkus rokok. Dia berusaha
mengeluarkannya dengan susah payah, dengan cara merendamnya ke dalam air, lalu
memasukkan benda keras untuk mengeluarkan rokok itu, sampai bungkus rokok itu
keluar dari tangannya. Tetapi jari-jemarinya terlipat dengan kuat di telapak
tangannya.
Setelah
aku selesai mengurusnya, aku menoleh ke belakang. Aku melihat ayah dan
saudara-saudaranya berbisik-bisik. Aku berkata kepada mereka, “Ada apa? Mari
kita bawa dan letakkan di mobil agar kita pergi dan menshalatkannya setelah
shalat subuh. Masih banyak waktu sebelum adzan subuh.”
“Pak,
aku tidak ingin menshalatkan anakku sekarang!” kata sang ayah.
“Mengapa pak?”
tanyaku.
“Cukup pak! Dia
sudah melakukan kejahatan di dunia ini, bagaimana nanti di akhirat?” jawabnya.
Aku berkata,
“Wahai saudaraku, bertaqwalah kepada Allah ! kamu tidak sayang kepadanya
melebihi kasih sayang Allah. Berdo’alah kepada Allah, semoga Allah menyayangi
anakmu dan mengampuninya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun dan Penyayang.
Biarkan kami menshalatkannya di masjid, semoga ada orang yang ikut menshalatkan
dan mengangkat tangannya kepada Allah, lalu berdo‘a untuk anakmu agar Allah
memberi rahmat dan ampunan kepadanya, kemudian Allah mengabulkannya.”
Tetapi ayahnya
menolak. Usahaku tidak berhasil. Aku menoleh ke pamannya, dan dia diam.
Demikian juga saudaranya. Semuanya sefakat seperti ayahnya. Maka aku pulang
dari rumah itu. Aku gelisah dan heran apa yang telah terjadi. Ayahnya lalu
datang kepadaku dan berkata, “Kami akan menshalatkannya pak, tetapi bukan
setelah shalat fardhu.” Aku berkata, “Saya tidak bisa membawa anakmu ke kuburan
saat ini, kecuali jika engkau mau menshalatkannya setelah shalat fardhu.
Sebagaimana yang kita ketahui wahai saudara, bahwa shalat jenazah kapan saja
diperbolehkan, tetapi lebih diutamakan setelah shalat fardhu karena banyaknya
orang yang akan menshalatkannya.
Aku lalu
meninggalkan mereka dan pergi ke tempat
kerjaku. Keesokan harinya sekitar jam sembilan pagi, mereka membawa jenazah dan
meletakkannya di mobil jip, kemudian pergi ke salah satu pekuburan. Mereka
menshalatkannya bersama orang yang menemaninya dan para penjaga kuburan. Pemuda
ini dikuburkan dengan remot kontrol di tangannya. La haula wala quwwata illabillah. Aku memohon kepada Allah semoga aku dan anda semua mendapatkan
karunia husnul khatimah di dunia dan akhirat.
o0=0o