Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum hingga ia mengubah keadaannya sendiri. Itulah yang dialami Handoko. Karena kegigihannya yang kuat untuk mencari kebenaran sejati, akhirnya Allah membukakan pintu hidayah Islam. Berikut penuturannya.
AKU lahir di Surabaya tahun 1974 dengan nama Handoko (34). Meski bukan remaja lagi, aku merasa masih berusia 16 tahun. Baru 16 tahun aku merasa hidup, tepatnya tahun 1991 ketika kalimat syahadat mengalun merdu dari kedua bibirku. Masa-masa mencari kebenaran sejati sangatlah berarti. Terlalu dalam untuk dikisahkan, terlalu indah dikenangkan. Aku tumbuh di lingkungan Nasrani. Aku diangkat sebagai anak oleh donatur gereja. Semasa kecil aku begitu penurut, rajin ke gereja dan mengkaji Injil. Seiring berjalannya waktu aku tumbuh menjadi remaja yang kritis. Kecerdasan otakku membuatku mengugat agama turunan yang telah diwariskan kepadaku.
Kisah ini bermula ketika aku mendapati segerombolan waria. Dalam pandangan umum mereka adalah makhluk yang berdosa karena menyalahi kodrat Tuhan. Padahal, kalau waria itu bawaan sejak lahir, siapa yang salah? Apakah ia tidak bisa masuk surga? Bukankah Tuhan telah menciptakan makhluknya seperti itu? Kenapa Tuhan tidak jadikan semua makhluk di dunia ini baik? Mengapa Tuhan yang Maha Pencipta telah menciptakan manusia dengan kelainan genetik sementara ada banyak manusia sempurna? Benarkah Tuhan itu adil? Di mana letak keadilan itu?
MIMPI ANEH
Pertanyaan itu selalu berlalu-lalang di benakku manakala senyap malam rembulan pas mengantar tidurku. “Tuhan, jika benar Kau Maha Penyayang, sayangilah aku yang ragu. Tunjukkanlah kebenaran kepadaku! Pintaku dengan penuh pengharapan.”
Lama aku merenung dan berdoa namun hidayah belum juga tiba. Aku percaya Tuhan itu ada tapi aku tak percaya dengan semua ajaranNya. Aku pun mulai putus asa. Akhirnya kuputuskan untuk tidak menganut ajaran agama apapun. Setelah 6 bulan hidup dengan kehampaan, kutemukan jawaban segala keraguan. Aku atheis, tidak bertuhan.
Tatkala aku tertidur nyenyak. aku bermimpi diangkat dari tanah kemudian di bawa ke langit dan dijatuhkan ke bumi entah oleh siapa aku tak mengenalnya. Di hadapanku muncul dua jenazah yang dimasukkan ke dalam kubur. Suasana senja, serba oranye, aku menggigil ketakutan. Perasaanku bercampur tidak karuan. Di padang mahsyar itu, aku melihat bumi dan langit. Aku melihat 2 jenazah. Sebuah simbol suami istri kelak akan mempertanggungjawabkan amal-perbuatannya. Aku melihat neraka. Aku lari ketakutan. Muncullah sosok pria sepuh memberhentikan lariku.”Nak kau takut, maukah kau tidak takut?” tanyanya.
”Aku ingin tidak takut” jawabku.
“Kalau kau ingin tidak takut maka pelajarilah Alquran”. Tiba-tiba aku terbangun dari tidur. Nafasku belum teratur. Aku masih menggigil ketakutan. Larut malam dan deras hujan Maret yang menusuk keheningan menjadi saksi bahwa aku mendapatkan hidayah Allah yang telah lama kunanti-nanti. Sejak saat itu aku bertekad memeluk Islam dan memperdalam Islam.
BANTUAN DIHENTIKAN
Sebagai anak gereja aku wajib menunaikan ibadah layaknya orang Kristen. Namun, karena keyakinanku telah berpindah, otomatis takkan kuinjakkan kaki lagi ke gereja. Akibatnya, pengurus gereja menghentikan semua biaya hidupku, termasuk beasiswa. Aku pun keluar dari STM PGRI 2. Aku melanglang buana mencari ketenangan hati. Aku sadar akan datang suatu hari, ketika semua mulut dikunci dan kesempatan untuk memperbaiki diri takkan ada lagi. Selagi nyawanya masih bersemayam diraga, aku berjanji akan menggapai ridha-Nya. Aku tak peduli meski harus hidup terlunta.
Sebagai permulaan, aku belajar mengeja huruf-huruf hijaiyah dari teman lama di SMP 10 Surabaya yang bernama Rahmat. Setelah Fasih, aku rajin mengikuti pengajian-pengajian di masjid. Aku bahkan sering mengadakan kunjungan ke pesantren-pesantren untuk memperdalam Islam.
Aku mengunjungi salah satu pondok pesantren di Pasuruan untuk memperkokoh agamaku yang masih tergolong rapuh. Selain itu, aku juga belajar di Pondok Pesantren Miftahul Huda 3 bulan. Tak lupa aku mengikuti pengajian yang ada di masjid-masjid terdekat, belajar agama melalui buku yang kupinjam dari teman-teman remaja masjid, membaca tabloid Islam, dan buku apa saja sampai sekarang. Tentunya, sambil bekerja serabutan.
ALQURAN VS INJIL
Datanglah seorang wanita aktivis gereja untuk mengembalikan aku kepada agama nasrani. Kubiarkan saja ia memaparkan apa dan bagaimana Injil itu. Lambat-laun aku justu menawarkan tafsir Alquran sebagai bandingan untuk diskusi. Wanita itu pun menyetujui. Lama-kelamaan kami terbiasa berdiskusi. Dalam kondisi seperti itu, aku mengatakan bahwa aku seorang muslim. Alangkah kagetnya wanita penginjil yang bernama Puji Utami.
Setelah membandingkan dan mengkaji Islam lebih dalam, wanita yang kritis itu menemukan bahwa Yesus bukan Tuhan, Yesus manusia. Puji utami akhirnya mengakui Islam sebagai satu-satunya agama yang paling benar. Tepat 17 Januari 2007, ia bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Islam adalah rahmat bagi seluruh alam.
Alhamdulillah, setelah berjuang untuk mendapatkan cinta sejati, cinta kepada Rabb, kini aku telah mendapatkan bingkisan dari-Nya sebuah kado yang istimewa, wanita muslimah telah siap menjadi pasangan tulang rusukku. Akhirnya, aku menyunting Puji.
Sesungguhnya di balik kesusahan, akan ada kemudahan. Sekian lama kuarungi hidup dengan kesabaran dan ketabahan. Akhirnya, anugerah dari Allah bertubi-tubi menghampiri kami. Usai menunaikan Sholat Jum’at, HP-ku berbunyi. Aku tak menyangka yang menelpon adalah Bapak Teguh Wibowo, SH, direktur PT. Cahaya Addin Abadi. Aku diminta kerja di tempatnya. Spontan aku mengucapkan syukur kapada Allah Yang Maha Pemurah atas limpahan anugerah-Nya. Kini, di usia yang semakin matang aku ingin terus mematangkan ketauhidanku. Bahkan aku tak lupa mengemis kepada Allah agar selamat dunia dan akhirat.
sumber :www.mualaf.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar